Mesin Pencari (masukkan kata kunci)

Tampilkan postingan dengan label KISAH INSPIRATIF. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KISAH INSPIRATIF. Tampilkan semua postingan

22 Desember, 2013

Mengubah Dunia

Seorang pria yang hidup sendirian tahun 1100 meninggal pada malam Natal. Di sebelah tempat tidurnya ditemukan sebuah surat yang isinya demikian, ”Saat saya muda, saya ingin mengubah dunia. Ternyata, sulit untuk mengubah dunia. Jadi, saya putuskan untuk mengubah negara saya. Saat saya sadar saya tidak mampu mengubah negara saya, saya pun berfokus pada kota saya. Ternyata, sama saja. Saya tidak bisa mengubah kota saya.

Sementara, saya sudah semakin tua. Saya lalu berusaha untuk mengubah keluarga saya. Sekarang, beberapa saat sebelum meninggal, saya baru sadar. Satu-satunya yang bisa saya lakukan hanyalah mengubah diri saya sendiri. Dan, tiba-tiba saya sadar, kalau saya mengubah diri saya, saya bisa berpengaruh baik pada keluarga saya. Kemudian saya dan keluarga saya bisa memberikan kontribusi pada kota kami. Kontribusi itu bisa mengubah negara … dan saya pun bisa mengubah dunia. Sayang, semua sudah terlambat.”
Sumber: Kompas.Com
Selengkapnya...

11 Juli, 2013

DI MANA LETAK KEBAHAGIAAN ?

Konon pada suatu waktu, Tuhan memanggil tiga malaikatnya. Sambil memperlihatkan sesuatu Tuhan berkata, “Ini namanya Kebahagiaan. Ini sangat bernilai sekali. Ini dicari dan diperlukan oleh manusia. Simpanlah di suatu tempat supaya manusia sendiri yang menemukannya. Jangan ditempat yang terlalu mudah sebab nanti kebahagiaan ini disia-siakan. Tetapi jangan pula di tempat yang terlalu susah sehingga tidak bisa ditemukan oleh manusia. Dan yang penting, letakkan kebahagiaan itu di tempat yang bersih”. Setelah mendapat perintah tersebut, turunlah ketiga malaikat itu langsung ke bumi untuk meletakkan kebahagiaan tersebut. Tetapi dimana meletakkannya? Malaikat pertama mengusulkan, “Letakan dipuncak gunung yang tinggi”. Tetapi para malaikat yang lain kurang setuju. Lalu malaikat kedua berkata, “Latakkan di dasar samudera”. Usul itupun kurang disepakati. Akhirnya malaikat ketiga membisikkan usulnya. Ketiga malaikat langsung sepakat. Malam itu juga ketika semua orang sedang tidur, ketiga malaikat itu meletakkan kebahagiaan di tempat yang dibisikkan tadi. Sejak hari itu kebahagiaan untuk manusia tersimpan rapi di tempat itu. Rupanya tempat itu cukup susah ditemukan. Dari hari ke hari, tahun ke tahun, kita terus mencari kebahagiaan. Kita semua ingin menemukan kebahagiaan. Kita ingin merasa bahagia. Tapi dimana mencarinya? Ada yang mencari kebahagiaan sambil berwisata ke gunung, ada yang mencari di pantai, Ada yang mencari ditempat yang sunyi, ada yang mencari ditempat yang ramai. Kita mencari rasa bahagia di sana-sini: di pertokoan, di restoran, ditempat ibadah, di kolam renang, di lapangan olah raga, di bioskop, di layar televisi, di kantor, dan lainnya. Ada pula yang mencari kebahagiaan dengan kerja keras, sebaliknya ada pula yang bermalas-malasan. Ada yang ingin merasa bahagia dengan mencari pacar, ada yang mencari gelar, ada yang menciptakan lagu, ada yang mengarang buku, dll. Pokoknya semua orang ingin menemukan kebahagiaan. Pernikahan misalnya, selalu dihubungkan dengan kebahagiaan. Orang seakan-akan beranggapan bahwa jika belum menikah berarti belum bahagia. Padahal semua orang juga tahu bahwa menikah tidaklah identik dengan bahagia. Juga kekayaan sering dihubungkan dengan kebahagiaan. Alangkah bahagianya kalu aku punya ini atau itu, pikir kita. Tetapi kemudian ketika kita sudah memilikinya, kita tahu bahwa benda tersebut tidak memberi kebahagiaan. Kita ingin menemukan kebahagiaan. Kebahagiaan itu diletakkan oleh tiga malaikat secara rapi. Dimana mereka meletakkannya? Bukan dipuncak gunung seperti diusulkan oleh malaikat pertama. Bukan didasar samudera seperti usulan malaikat kedua. Melainkan di tempat yang dibisikkan oleh malaikat ketiga. Dimanakah tempatnya? Saya menuliskan sepenggal kisah perjalanan hidup saya untuk berbagi rasa dengan teman-teman semua, bahwa untuk mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan itu tidaklah mudah. Perlu perjuangan. Ibarat sebuah berlian, dimana untuk mendapatkan kilauan yang cemerlang, harus terus diasah dan ditempa sehingga kemilauan yang dihasilkan terpancar dari dalamnya. Begitu juga hidup ini.Kita harus rendah hati. Seringkali kita merasa minder dengan keberadaan diri kita. Sering kali kita berkata, ach… gue mah belum jadi orang. Tinggal aja masih ama ortu, ngontrak, TMI dll. Kita harus ingat, bahwa yang menentukan masa depan kita adalah Tuhan. Dan kita harus menyadari bahwa jalan Tuhan bukan jalan kita. Tuhan akan membuat semuanya INDAH pada waktunya. Jika menurut buku ada 7 faktor (mental, spiritual, pribadi, keluarga, karir, keuangan dan fisik) yang menentukan sukses seseorang, mengapa tidak kita coba untuk mencapainya semua itu? Setelah kita mencapainya, bagaimana kita membuat ke-7 faktor tersebut menjadi seimbang? Yang penting disini adalah hikmat. Barang siapa yang bijaksana dapat mencapai kebahagiaan dan kesuksesan di dalam hidup ini. Oh ya…, dimanakah para malaikat menyimpan kebahagiaan itu? DI HATI YANG BERSIH.”
Sumber: http://hufron.staff.umm.ac.id/2012/07/29/di-mana-letak-kebahagiaan/
Selengkapnya...

01 November, 2010

Kisah Tukang Bakso

Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai .. Hujan rintik-rintik selalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini.
Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor ..... terdengar suara tek ... tekk .. . Tek ... suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka keringat ..., ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak-anak, siapa yang mau bakso?
"Mauuuuuuuuu ..", secara serempak dan kompak anak-anak asuhku menjawab.
Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya.
Ada satu hal yang menggelitik pikiranku selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya pada rasa penasaranku selama ini.
"Mang kalo bisa tahu, kenapa uang-uang itu pisahkan? Barangkali ada tujuan? "
"Iya pak, memang sengaja saya memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi hak orang lain / amal ibadah, dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan iman seorang muslim ".
"Maksudnya ...?",
Selengkapnya...

Kisah Inspiratif

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Wahai saudaraku, jangan....
Di dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Imam Ghazali pun menceritakan riwayat Abdullah bin Ja’far yang terkenal dermawan itu. Beliau adalah putera dari Ja’far bin Abu Thalib, pahlawan yang tewas dalam perang Mu’tah. Suatu kali dia....


Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai ...
Selengkapnya...

Pengemis Buta

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya”.

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?” Aisyah RA menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja”. “Apakah itu?”, tanya Abubakar RA. “Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana”, kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu?” Abubakar RA menjawab, “Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)”. “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, bantah si pengemis sibuta itu. “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”.

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia….”

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW? Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau? Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.

Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.

Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak orang apabila kamu mencintai Rasulullahmu…


Selengkapnya...

Sebuah Kisah Tentang EMPATI

Di dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Imam Ghazali pun menceritakan riwayat Abdullah bin Ja’far yang terkenal dermawan itu. Beliau adalah putera dari Ja’far bin Abu Thalib, pahlawan yang tewas dalam perang Mu’tah. Suatu kali dia berjalan-jalan pergi memeriksa kebun-kebunnya. Karena hari panas, berhentilah dia melepaskan lelah pada sebuah kebun kepunyaan orang lain. Di sana ada penjaganya seorang budak hitam.
Sedang hari panas terik itu, tiba-tiba masuklah seekor anjing ke pekarangan kebun itu, sedang lidahnya sudah hampir terjela, karena haus dan laparnya. Digoyang-goyangkan ekornya menghadap kepada budak hitam itu minta dikasihani. Di tangan budak hitam itu ada tiga buah roti. Lalu dilemparkannya sebuah. Anjing itu memakannya sampai habis. Setelah habis dia menengadah lagi, meminta lagi. Dilemparkannya pula sepotong lagi, dan dimakan habis lagi oleh anjing itu. Dan dia menengadah lagi, meminta lagi. Lalu dilemparkannya pula, roti satu-satunya yang masih tinggal dalam tangannya dan tidak ada lagi yang lain. Anjing itu pun sudah kenyang, lalu meninggalkan tempat itu. Sedang budak hitam tadi, tidak lagi mempunyai persediaan roti, telapak tangannya telah disapukannya ke celananya.
Abdullah bin Ja’far lalu memanggil budak itu dan bertanya,”Hai Anak! Berapa engkau mendapat pembagian makanan dari tuanmu satu hari ?”
Anak itu menjawab,”Sebanyak yang bapak lihat itulah.” (tiga potong roti).
Beliau bertanya pula,”Mengapa lebih kau pentingkan makanan buat anjing itu daripada dirimu sendiri?”
Dia menjawab,”Hamba lihat anjing itu bukanlah anjing sekeliling tempat ini. Tentu dia datang dari tempat jauh, mengembara karena kelaparan. Maka tidaklah hamba sampai hati melihatnya pergi dengan lapar dan tidak berdaya lagi.”
Beliau bertanya,”Apa yang engkau makan hari ini?”
Budak itu menjawab,”Biar hamba pererat ikat pinggang hamba.”
Mendengar jawaban yang demikian, termenunglah Abdullah bin Ja’far dan berkatalah ia kepada dirinya sendiri,”Sampai dimana aku dikenal sebagai seorang pemurah dan dermawan, padahal budak ini lebih daripadaku. Bersedia dia memberikan makanan yang akan dimakannya satu hari, hanya karena tidak tahan melihat seorang anjing yang nyaris mati kelaparan.”
Lalu dimintanya kepada anak itu supaya ditunjukkan rumah orang yang punya kebun yang dipeliharanya itu. Setelah bertemu orang itu, ditawarnyalah kebun itu. Setelah cocok harganya, langsung dibayarnya. Lalu ditawarnya pula budak penjaga kebun itu dan setelah cocok harga dibayarnya dan dibelinya pula segala alat perkebunan itu. Setelah selesai semua, kembalilah dia ke tempat budak itu, lalu katanya,”Kebun ini telah kubeli dari tuanmu yang lama dan engkaupun telah kubeli pula. Mulai saat ini engkau aku merdekakan dari perbudakan dan kebun ini aku hadiahkan kepadamu. Hiduplah engkau dengan bahagia di dalam memelihara kebunmu ini.”
Tercengang dan terharu budak itu memandang kedermawanan yang demikian tinggi, padahal bagi Abdullah bin Ja’far masih dirasakan, bahwa kedermawanan budak itu masih lebih tinggi dari pada kedermawanan dirinya sendiri.

Selengkapnya...