Sabtu 17
desember 2011 kurang lebih jam 12.30 WIB, hujan lebat disertai angin kencang
mengguyur sekolahku dan sekitarnya. Kegiatan Ulangan Akhir Semester 1 (UAS) dengan
mata ujian Keterampilan Jasa (Pembukuan) dan Seni Budaya telah memasuki hari ke
6 dari 7 hari yang dijadwalkan baru saja berakhir. Anak-anak baru saja pulang,
bahkan sebagian masih di sekolah menunggu hujan reda. Bapak ibu guru masih
banyak yang belum pulang, sebagian duduk-duduk di teras depan ruang guru sambil
ngobrol kesana kemari, sebagian ada yang berdiri dan ada juga yang di ruang guru, tiba-tiba…..
terdengar suara krak ..krak ..krakk……….brakkk. Seketika semua mata tertuju ke
arah datangnya suara dan apa yang terjadi maka ….terjadilah. Spontan terdengar
suara waduh… wallah… yaach….woww dari orang-orang yang langsung melihat peristiwa itu sebagai ungkapan rasa
penyesalan dan menyayangkan.

Sebatang pohon asam belanda yang berdiri kokoh di
sebelah barat lapangan upacara tepatnya di samping kelas VIII F tak berdaya
menahan terpaan hujan deras dan angin kencang.
Pohon yang
ditanam pada awal tahun 1990-an itu merupakan satu-satunya pohon yang paling
besar yang ada di sekolah. Sebuah pohon rindang yang telah menaungi sekolah
selama kurang lebih 20 tahun menjadi penyejuk udara di lingkungan sekolah . Tempat
berteduh anak-anak saat istirahat, tempat menempelnya tanaman merambat ‘jalu mampang‘
dan tanaman paku-pakuan ‘tanduk rusa‘, tempat bertenggernya burung-burung kecil
sambil berkicau, tempat serangga-serangga mencari nectar pada saat pohon itu
berbunga, tempat bersarangnya binatang-binatang
kecil seperti semut dan yang lainnya, yang semuanya sangat dibutuhkan untuk
menunjang terbentuknya keseimbangan ekosistem alam. Sayang-sayang
seribu sayang …pohonku sayang …pohonku rindang …. kini telah jadi kenangan. Berikut ini foto-foto sesaat setelah pohon itu tumbang.
woow
BalasHapus