Mesin Pencari (masukkan kata kunci)
01 Desember, 2010
01 November, 2010
Kisah Tukang Bakso
Di suatu
senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan
rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar
peta, juga mewarnai .. Hujan rintik-rintik selalu menyertai di setiap sore di
musim hujan ini.
Di kala
tangan sedikit berlumuran tanah kotor ..... terdengar suara tek ... tekk .. .
Tek ... suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka keringat ..., ku
hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan
anak-anak, siapa yang mau bakso?
"Mauuuuuuuuu
..", secara serempak dan kompak anak-anak asuhku menjawab.
Selesai makan
bakso, lalu saya membayarnya.
Ada satu hal
yang menggelitik pikiranku selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso
memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke
dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya
pada rasa penasaranku selama ini.
"Mang
kalo bisa tahu, kenapa uang-uang itu pisahkan? Barangkali ada tujuan? "
"Iya
pak, memang sengaja saya memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang
sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, hanya ingin
memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi hak orang lain / amal
ibadah, dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan iman seorang muslim
".
"Maksudnya
...?",
Selengkapnya...
Kisah Inspiratif
Di
sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu
berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Wahai saudaraku, jangan....
Di
dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Imam Ghazali pun menceritakan riwayat Abdullah bin
Ja’far yang terkenal dermawan itu. Beliau adalah putera dari Ja’far bin Abu
Thalib, pahlawan yang tewas dalam perang Mu’tah. Suatu kali dia....
Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai ...
Selengkapnya...
Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai ...
Pengemis Buta
Di sudut pasar Madinah ada seorang
pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang
yang mendekatinya, “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang
gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya
maka kalian akan dipengaruhinya”.
Selengkapnya...
Namun, setiap pagi Muhammad
Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap
sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada
pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu
adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai
beliau wafat.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW,
tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi
buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA
berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan
isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah
kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?” Aisyah RA menjawab, “Wahai ayah,
engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun
yang belum ayah lakukan kecuali satu saja”. “Apakah itu?”, tanya Abubakar RA.
“Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan
makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana”, kata Aisyah RA.
Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke
pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA
mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar
RA mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu?”
Abubakar RA menjawab, “Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)”. “Bukan!
Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, bantah si pengemis sibuta itu.
“Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah
mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi
terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku”,
pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar RA tidak dapat menahan air
matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan
orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang
yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”.
Seketika itu juga pengemis itu pun
menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, “Benarkah
demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah
memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia
begitu mulia….”
Pengemis Yahudi buta tersebut
akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu
menjadi muslim.
Nah, wahai saudaraku, bisakah kita
meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW? Atau adakah setidaknya niatan untuk
meneladani beliau? Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.
Kalaupun tidak bisa kita meneladani
beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi
sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.
Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak
orang apabila kamu mencintai Rasulullahmu…
Sumber: http://hilmiarifin.com
Sebuah Kisah Tentang EMPATI
Di dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Imam
Ghazali pun menceritakan riwayat Abdullah bin Ja’far yang terkenal dermawan
itu. Beliau adalah putera dari Ja’far bin Abu Thalib, pahlawan yang tewas dalam
perang Mu’tah. Suatu kali dia berjalan-jalan pergi memeriksa kebun-kebunnya.
Karena hari panas, berhentilah dia melepaskan lelah pada sebuah kebun kepunyaan
orang lain. Di sana ada penjaganya seorang budak hitam.
Sedang hari panas terik itu,
tiba-tiba masuklah seekor anjing ke pekarangan kebun itu, sedang lidahnya sudah
hampir terjela, karena haus dan laparnya. Digoyang-goyangkan ekornya menghadap
kepada budak hitam itu minta dikasihani. Di tangan budak hitam itu ada tiga
buah roti. Lalu dilemparkannya sebuah. Anjing itu memakannya sampai habis.
Setelah habis dia menengadah lagi, meminta lagi. Dilemparkannya pula sepotong
lagi, dan dimakan habis lagi oleh anjing itu. Dan dia menengadah lagi, meminta
lagi. Lalu dilemparkannya pula, roti satu-satunya yang masih tinggal dalam
tangannya dan tidak ada lagi yang lain. Anjing itu pun sudah kenyang, lalu
meninggalkan tempat itu. Sedang budak hitam tadi, tidak lagi mempunyai
persediaan roti, telapak tangannya telah disapukannya ke celananya.
Abdullah bin Ja’far lalu memanggil
budak itu dan bertanya,”Hai Anak! Berapa engkau mendapat pembagian makanan dari
tuanmu satu hari ?”
Anak itu menjawab,”Sebanyak yang
bapak lihat itulah.” (tiga potong roti).
Beliau bertanya pula,”Mengapa lebih
kau pentingkan makanan buat anjing itu daripada dirimu sendiri?”
Dia menjawab,”Hamba lihat anjing itu
bukanlah anjing sekeliling tempat ini. Tentu dia datang dari tempat jauh,
mengembara karena kelaparan. Maka tidaklah hamba sampai hati melihatnya pergi
dengan lapar dan tidak berdaya lagi.”
Beliau bertanya,”Apa yang engkau
makan hari ini?”
Budak itu menjawab,”Biar hamba
pererat ikat pinggang hamba.”
Mendengar jawaban yang demikian,
termenunglah Abdullah bin Ja’far dan berkatalah ia kepada dirinya
sendiri,”Sampai dimana aku dikenal sebagai seorang pemurah dan dermawan,
padahal budak ini lebih daripadaku. Bersedia dia memberikan makanan yang akan
dimakannya satu hari, hanya karena tidak tahan melihat seorang anjing yang
nyaris mati kelaparan.”
Lalu dimintanya kepada anak itu
supaya ditunjukkan rumah orang yang punya kebun yang dipeliharanya itu. Setelah
bertemu orang itu, ditawarnyalah kebun itu. Setelah cocok harganya, langsung
dibayarnya. Lalu ditawarnya pula budak penjaga kebun itu dan setelah cocok
harga dibayarnya dan dibelinya pula segala alat perkebunan itu. Setelah selesai
semua, kembalilah dia ke tempat budak itu, lalu katanya,”Kebun ini telah kubeli
dari tuanmu yang lama dan engkaupun telah kubeli pula. Mulai saat ini engkau
aku merdekakan dari perbudakan dan kebun ini aku hadiahkan kepadamu. Hiduplah
engkau dengan bahagia di dalam memelihara kebunmu ini.”
Tercengang dan terharu budak itu
memandang kedermawanan yang demikian tinggi, padahal bagi Abdullah bin Ja’far
masih dirasakan, bahwa kedermawanan budak itu masih lebih tinggi dari pada
kedermawanan dirinya sendiri.
Sumber: http://hilmiarifin.com
02 Oktober, 2010
PROFIL SEKOLAH
- SEJARAH BERDIRINYA
- VISI SEKOLAH
- MISI SEKOLAH
- TUJUAN SEKOLAH
- LOGO SEKOLAH
- MOTTO SEKOLAH
- STRUKTUR ORGASISASI SEKOLAH
- DENAH GEDUNG
- DENAH LOKASI SEKOLAH
- DATA SEKOLAH
- LIHAT LOKASI SEKOLAH DI PANORAMIO
- FOTO-FOTO PROFIL SEKOLAH
01 Oktober, 2010
DATA KETENAGAAN
DATA KETENAGAAN SMP NEGERI 2 TRENGGALEK
No
|
Jenis
Ketenagaan
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1
|
Guru Tetap (PNS)
|
40 orang
|
Termasuk KS
|
2
|
Guru Tidak Tetap (GTT)
|
- orang
|
|
3
|
Guru PNS DPK
|
- orang
|
|
4
|
Staf Tata Usaha (PNS)
|
6 orang
|
|
5
|
Pramu Kantor (PNS)
|
2 oarng
|
|
6
|
Pegawai Tidak Tetap (PTT)
|
2 orang
|
- Tenaga Medis
- SATPAM
|
JUMLAH
SELURUHNYA
|
50
orang
|
- DATA KEPALA SEKOLAH
- DATA GURU (TENAGA PENDIDIK)
- DATA KARYAWAN (TENAGA kEPENDIDIKAN)
- STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH
- FOTO SLIDE SHOW TENAGA PENDIDIK
- FOTO SLIDE SHOW TENAGA KEPENDIDIKAN
Langganan:
Postingan (Atom)